Memahami Fenomena Bunuh Diri Di Ponorogo

0 Comment

Bunuh diri menjadi realita yang tak bisa dihindari dan terjadi terus menerus. Mengapa?

Fenomena bunuh diri terus terjadi di Ponorogo. Belum lama ini seorang Kepala Sekolah TK bunuh diri. Tragis terasakan, apalagi motif yang melatar belakangi saya dengar adalah masalah keluarga yang tidak harmonis. Tentunya masih banyak jalan yang bisa ditempuh selain bunuh diri. Belum lagi yang telah terjadi sebelumnya telah mencapai angka lebih dari seratus orang! Mulai dari karena sakit menahun yang tidak kunjung sembuh, tidak punya keluarga, masalah ekonomi, asmara, juga bunuh diri. Bahkan Ponorogo menjadi yang terbanyak di Jawa Timur dalam kasus bunuh diri . Contoh kasus lainnya, juga di Ponorogo seorang anak yang hubungan cintanya tidak direstui oleh orangtuanya telah tiga kali melakukan usaha bunuh diri, dan kali ketiganya berhasil, anak itupun mati.
Bunuh diri dikatakan sebagai mengambil “keputusan kekal” terhadap “masalah yang sementara” (a permanent solution to a temporary problem)
Menurut Norman Wright, seorang psikolog, 10 persen orang yang bunuh diri melakukannya dengan alasan yang tidak jelas. Sebanyak 25 persen digolongkan sebagai orang-orang yang menderita ketidakstabilan mental. Sebanyak 40 persennya lagi melakukan bunuh diri menurut kata hati ketika mengalami gangguan emosi. Ketika stres begitu hebat menguasai mereka, saat itulah mereka memutuskan untuk bunuh diri.
Selain itu, ada juga orang yang bunuh diri agar terlepas dari penderitaan. Orang yang tidak mampu menahan penderitaan dan sakit kronis adalah calon-calon pelaku bunuh diri. Ada juga yang bunuh diri untuk balas dendam, misalnya bagi remaja yang merasa sakit hati akibat penolakan dari orang tua atau kekasihnya.
Bunuh diri adalah salah satu cara membalasnya, agar orang yang telah menyakitinya merasa bersalah.
Faktor Kepribadian
Salah satu faktor yang turut menentukan apakah seseorang itu punya potensi untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah faktor kepribadian. Para ahli mengenai soal bunuh diri telah menggolongkan orang yang cenderung untuk bunuh diri sebagai orang yang tidak puas dan belum mandiri, yang terus-menerus meminta, mengeluh, dan mengatur, yang tidak luwes dan kurang mampu menyesuaikan diri. Mereka adalah orang yang memerlukan kepastian mengenai harga dirinya, yang akhirnya menganggap dirinya selalu akan menerima penolakan, dan yang berkepribadian kekanak-kanakan, yang berharap orang lain membuat keputusan dan melaksanakannya untuknya (Doman Lum).
Berdasarkan pernyataan di atas, timbul pertanyaan, mengapa seseorang memiliki kepribadian yang demikian? Robert Firestone dalam buku Suicide and the Inner Voice menulis bahwa mereka yang mempunyai kecenderungan kuat untuk bunuh diri, banyak yang lingkungan terkecilnya tidak memberi rasa aman, lingkungan keluarganya menolak dan tidak hangat, sehingga anak yang dibesarkan di dalamnya merasakan kebingungan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
Pengaruh dari latar belakang kehidupan di masa lampau ini disebut faktor predisposesi (faktor bawaan). Dengan memahami konteks yang demikian, dapatlah kita katakan bahwa akar masalah dari perilaku bunuh diri sebenarnya bukanlah seperti masalah-masalah yang telah disebutkan di atas (ekonomi, putus cinta, penderitaan, dan sebagainya). Sebab masalah-masalah tersebut hanyalah faktor pencetus/pemicu (faktor precipitasi). Penyebab utamanya adalah faktor predisposisi.
Menurut Widyarto Adi Ps, seorang psikolog, seseorang akan jadi melakukan tindakan bunuh diri kalau faktor kedua, pemicu (trigger)-nya, memungkinkan. Tidak mungkin ada tindakan bunuh diri yang muncul tiba-tiba, tanpa ada faktor predisposisi sama sekali. Akumulasi persoalan dari persoalan-persoalan hidup yang terus-menerus, maupun yang tiba-tiba namun begitu berat pada fase sebelumnya akan terpicu oleh suatu peristiwa tertentu. Hidup menjadi tidak berharga, tidak akan ada yang peduli jika dia mati, menganggap bahwa tidak ada gunanya lagi hidup menjadi sebab keputusan itu diambil. Disini letak betapa pentingnya menghargai diri sendiri dan orang lain, juga bagaimana bisa menghargai hidup kita sendiri dan hidup orang lain, meskipun seburuk apapun keadaan kita.
Pandangan Al Quran
Bunuh diri merupakan dosa besar karena dia sama halnya dengan menolak pemberian Alloh yang paling berharga yaitu hidup dan melawan kodrat, meski mungkin bisa jadi justru itulah kodrat dia. Bunuh diri disejajarkan dengan pembunuhan. Ada beberapa ayat yang menegaskan hal tersebut, seperti yang artinya kira-kira:Janganlah kamu membunuh diri kamu sendiri dan anak-anak kamu karena takut miskinSebenarnya bunuh diri tidak perlu terjadi jika maanusia paham bahwa sebenarnya manusia masih mampu untuk bertahan seberat apapun persoalan hidupnya, karena Alloh juga berfirman yang kira-kira begini:Tuhan tidak akan mencobai manusia melebihi batas kemampuannyaJuga, ayat yang berbunyi : Janganlah berputus asa dari rahmat Alloh
Bagaimana Menolongnya?
Jika Anda menemukan orang-orang di sekitar Anda yang pernah menyatakan ingin melakukan tindakan bunuh diri, baik secara langsung maupun tidak langsung, jangan anggap remeh hal tersebut.
Adakan hubungan, pelihara kontak dengan orang tersebut, jalin hubungan yang simpatik, dan dapatkan informasi lebih jauh. Bersikaplah penuh empati, mau mendengarkan dengan hati, dan ikut memahami perasaannya.
Mengapa?
Sebab orang mengatakan ingin bunuh diri sebenarnya sedang mengomunikasikan sesuatu kepada kita: cry for help (jeritan butuh pertolongan & perhatian). Oleh karena itu, patutlah kita ingat bahwa jangan bersikap sebagai seorang moralis atau seorang hakim yang siap untuk “memvonis” niat mereka tersebut sebagai dosa, tidak bermoral, dan sebagainya. Justru apapun yang hendak disampaikannya atau yang dia maui, coba untuk dengarkan dan pahami, lalu sedapat mungkin kita bisa menghindari keinginan-keinginan negatif itu dengan bantuan yang bisa kita lakukan atau meminta siapapun yang bisa membantu untuk turut membantu.
Mengapa?
Sebab para pelaku bunuh diri pada umumnya sudah mengalami perubahan dalam cara berpikir, terutama bagi mereka yang mengalami depresi, sehingga kata-kata vonis yang diucapkan kepada mereka dianggap sebagai sesuatu yang pantas mereka terima, yang pada akhirnya akan membuat keputusan untuk bunuh diri sebagai sesuatu yang harus dilakukan (Norman Wright).
Jika Anda saat ini sedang mengalami masalah, carilah seseorang yang dapat Anda percayai untuk mau mendengarkan keluhan-keluhan Anda. Ekspresikan emosi Anda, sebab emosi yang tertekan dapat menyebabkan pikiran yang terdistorsi. Diharapkan tidak ada lagi orang ayang nekat mengakhiri hidpunya dengan cara pintas seperti ini. Semoga.(Saduran dari berbagai sumber)


Share

Komentar :

ada 0 Comment ke “Memahami Fenomena Bunuh Diri Di Ponorogo”

Post a Comment