Mensikapi Sekolah Anti Korupsi

0 Comment

Tampaknya pemerintahan SBY benar-benar 'serius' dalam upaya pemberantasan korupsi, dengan mendirikan sekolah anti korupsi. Pemerintah dalam hal ini Kejagung dan Depdiknas, sebelumnya telah mencanangkan program 'Kantin Kejujuran' di sekolah-sekolah, yang pada saat ini ternyata sudah ada ratusan sekolah yang telah mencoba menerapkannya, dimana secara teknis kantin ini beroperasi dengan cara pembeli mengambil barang sendiri, membayar sendiri dan mengambil uang kembalian sendiri. Tingkat keberhasilannya bisa dilihat dari neraca kantin, apakah mengalami untung apakah rugi. Kini dilanjutkan dengan pendirian 'sekolah anti-korupsi' Pangeran Diponegoro di SMAN 3 Setiabudi Jakarta. Sekolah ini menerapkan kurikulum yang mendukung upaya pemberantasan korupsi. Saya sendiri detail dari kurikulum tersebut tidak tahu.

Seolah sejalan dengan 'kampanye' SBY dan Partai Demokrat menjelang Pemilu 2009 yaitu bertema 'Anti Korupsi', antara dua hal ini mungkin saling berkaitan. Terlepas dari ada tidaknya unsur 'kampanye' menarik simpati masyarakat, upaya SBY bisa dikatakan bagus. Dia juga tidak ragu untuk mengatakan bahwa tidak boleh ada tebang pilih dan pandang bulu dalam upaya pemberantasan korupsi. Terbukti besannya sendiri Aulia Pohan dia 'relakan' untuk diproses di pengadilan sampai tuntas.

Tapi terlalu dini untuk mengatakan pemerintah telah bekerja bagus, karena masih beribu-ribu kasus korupsi besar yang belum terjamah, apalagi sampai ke tingkat pengadilan. Terlebih lagi korupsi di tingkat lebih rendah, propinsi, kabupaten, kota, yang jumlahnya bisa tak terhitung banyaknya. Untuk kasus penggunaan dana BI sendiri, baru materi aliran dana ke anggota DPR yang disidik, sedangkan kucuran dana untuk 'mengurusi' anggota BI yang tersangkut masalah pidana yang jumlahnya 'jauh lebih besar', sekitar 70 an milyar belum diutak-utik.

Sekolah anti korupsi yang coba dibuat, mungkin bisa dikatakan sebagai laboratorium mini menggembleng anak didik menjadi manusia-manusia anti korupsi, adalah upaya yang 'kurang tepat'. Karena selain cuma di satu sekolah, juga bukan suatu solusi. Korupsi berjalan mengikuti hukum ekonomi, ada transaksi berarti ada permintaan, ada kebutuhan. Selama ruang dan celah yang memungkinkan adanya korupsi masih terbuka, korupsi akan tetap ada.

Mungkin lebih tepat bila untuk ke depannya diberlakukan mata pelajaran anti korupsi di sekolah-sekolah seluruh Indonesia. Dan terutama adanya perundang-undangan yang mengatur secara rinci dan tegas dan bukan peraturan karet, wong yang ada sekarang peraturan dibuat untuk dilanggar. Transparansi dari semua penyelenggara negara, tentang aliran keluar masuk keuangan baik di tingkat pusat maupun daerah. Selain juga kontrol sosial secara terbuka dari masyarakat. Sebagaimana yang dikemukakan SBY, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai rawan korupsi yaitu pendapatan dan belanja negara/ daerah, hubungan penguasa dan pengusaha, bisnis pejabat negara, markup tender barang, pajak bea cukai, pungutan rekrutmen pegawai dan perizinan.

Menanamkan nilai kejujuran kepada anak usia dini juga langkah yang baik, saat dimana telah terlanjur tertanam stigma bahwa 'orang jujur malah hancur, sedang yang curang malah sukses'.

Meskipun jalan untuk 'membersihkan' Indonesia dari praktik-praktik korupsi yang telah membudaya dan menjadi kepribadian bangsa masih teramat jauh, tetapi saya cukup respek akan upaya-upaya sekarang ini. (Dari berbagai sumber)

Share

Komentar :

ada 0 Comment ke “Mensikapi Sekolah Anti Korupsi”

Post a Comment