Sedikit Pelajaran dari Pilkada Jatim

3 Comment

Pilkada Jawa Timur telah berakhir dengan dilantiknya pasangan Dr. Soekarwo - Saifullah Yusuf. Ada isak tangis haru bahagia dan raut kekecewaan berat yang menyertainya. Memang tak ada yang sempurna dalam demokrasi, karena demokrasi hanyalah buatan manusia. Juga demokrasi bukanlah sistem yang paling ideal bagi kehidupan berpolitik. Salut untuk rakyat, meskipun angka partisipasi dalam pilkada cukup rendah, tetapi hasil akhir bisa diterima oleh rakyat secara umum, kecuali oleh elit politik dan tim sukses pendukung pasangan yang kalah. Pilkada ini telah menelan biaya ratusan milyar rupiah, angka yang tidak sedikit, juga tenaga, pikiran, waktu dan pengorbanan lainnya. Ini adalah pembelajaran demokrasi, pembelajaran yang besar, dimana masyarakat Jawa Timur diuji kedewasaan demokrasinya. Bayangkan, sudah begitu ketatnya persaingan dua kubu, dalam dua putaran, masih juga ada riak-riak di akhirnya. akan tetapi semua telah melalui prosedur dengan benar sehingga kemenangan KarSa adalah legitimate.

Menarik untuk disimak, pernyataan Lukman Hakim Syaifudin, ketua DPP PPP Bidang Hukum & HAM yang dimuat di mingguan Tempo, tentang keanehan Mahkamah Agung menolak gugatan hasil putaran kedua. Kenapa MA dianggap aneh? memang apa yang salah dengan keputusan MA? Bahwa MA mengatakan kewenangan MA diluar masalah pelanggaran Pilkada, bukankah benar begitu? MA hanya punya wewenang menengahi sengketa Pilkada, sedangkan masalah pelanggaran ditangani oleh kejaksaan dan kepolisian. Bahwa MA mengatakan bahwa keputusan perhitungan dan pemilihan ulang adalah suatu keputusan akhir, sehingga apapun hasil nantinya, harus bisa diterima oleh kedua belah pihak adalah benar. Kenapa? Negara ini adalah negara hukum, harus ada kepastian hukum. Bila tiap ada satu pihak yang merasa tidak puas dengan hasil pilkada, terus minta diulang, diulang lagi dan lagi, bisa capek rakyat, bisa tekor keuangan negara, bisa hancur demokrasi. Keputusan MA sudah tepat, pelanggaran memang mungkin masih terjadi, tetapi saya yakin, bila mau jujur bukan hanya dilakukan oleh satu pihak, tetapi pasti dari kedua belah pihak, bahkan mulai dari putaran pertama, semua pasti pernah melanggar. Impas kan?

Kasus ini mungkin lain dengan kasus pilkada Maluku Utara, karena di Malut, yang terjadi adalah perbedaan perhitungan antara KPUD dan KPU Pusat yang menyebabkan terjadinya perbedaan pemenang pilkada. Ini lebih rumit, dan lebih parah. Mungkin penyelesaian yang adil adalah pilkada ulang dan pencocokan hasil pemungutan suara. Tetapi ternyata pemerintah memilih opsi melantik salah satu pasangan, sehingga sampai sekarang, Malut masih dipenuhi demo-demo berdarah dan pertikaian horisontal sebagai eksesnya.

Banyak hal yang terjadi dalam pilkada, sehingga tentu seharusnya para peserta pilkada maupun pendukungnya dimanapun juga, harus konsisten kepada komitmennya, komitmen bersama bahwa siap menang dan siap kalah. Siap kehilangan banyak hal. Itulah ciri demokrasi, suatu sistem politik yang punya banyak kelemahan, tetapi masih dianggap paling baik dan paling ideal dibanding lainnya. Mari kita dukung pemimpin baru Jawa Timur, karena banyak hal yang harus dibangun dan dibenahi di propinsi ini, bukan hanya ribut akan jabatan.Semoga Jawa Timur akan menjadi lebih baik di masa yang akan datang, menjadi propinsi yang unggul di semua bidang. Semoga.


Share

Komentar :

ada 3 Comment ke “Sedikit Pelajaran dari Pilkada Jatim”
Anonymous said...
pada hari 

moga aja kedepan bisa dijadikan pelajaran bagi semua

Anonymous said...
pada hari 

Lho eling Mantan jajaran polisi jatim yg dtarik ke polda jakarta..kemudian mengundurkan diri (pensiun dini)....

Anonymous said...
pada hari 

kebenaran itu bukan pendapat seseorang, tetapi hukum alam. apa yg dikatakan mantan kapolda jatim itu atas ketua kpud jatim blm bs dijadikan kebenaran seblm dibuktikan di pengadilan

Post a Comment